Senin, 12 November 2012

Ekosistem Mangrove



Bab III Materi

3.1       Pengertian Ekosistem Menggrove
3.1.1    Defenisi Ekosistem Mangrove
Hutan mangrove adalah sebutan untuk sekelompok tumbuhan yang hidup didaerah pasang surut pantai. Hutan menggrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, atau juga hutan payau. kita sering menyebut hutan dipinggir pantai tersebut sebgai hutan bakau. sebenarnya, hutan tersebut lebih  tepat dinamakan hutan mangrove. istilah"mangrove" digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang melulu terdiri atas pohon bakau Rhizophora spp. karena bukan hanya pohon bakau yang tumbuh disaan. selain bakau, terdapat banyak jenis tumbuhan lain yang hidup didalamnya.

3.1.2    Ciri-ciri Ekosistem Menggrove
Ciri-ciri terpenting dari penampakan hutan mangrove, terlepas dari habitatnya yang unik adalah:
·         memilik jenis pohon yang relatif sedikit
·         memiliki akar yang tidak beraturan (pneumatofora) misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada bakau rhizophora spp. serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada sonneratia spp. dan pada api-api avicennia spp.
·         memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya, khususnya rhizophora
·         memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon.

sedangkan tempat hidup hutan mangrove merupakan habitat yang unik dan memiliki ciri-ciri khusus, diantaranya adalah;
·         tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau hanya tergenang pada saat pasang pertama;
·         tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
·         daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat;
·         airnya berkadar garam (bersanilitas) payau (2-220/00) hingga asin (mencapai 380/00).

3.1.3    Penyebaran Ekosistem Menggrove
Hutan mangrove sering dianggap sebagai suatu ekosistem yang sangat lain. Sebenarnya hutan mangrove merupakan salah satu dari berbagai tipe hutan yang terdapat di dunia. Hutan mangrove hanya terdapat di pantai yang kekuatan ombaknya terpecah oleh penghalang berupa pasir, terumbu karang, atau pulau. Oleh karena itu, biasanya hutan mangrove terdapat di kawasan rawa sekitar pantai.
Indonesia mempunyai luas hutan mangrove terbesar di dunia yaitu 3,7 juta hektar (21,8% dariluas hutan mangrove di dunia). Di Indonesia hutan mangrove dapat ditemukan hampir di setiap propinsi.

3.1.4     Fungsi utama ekosistem/hutan mangrove
Pada dasarnya ekosistem/hutan mangrove mempunyai 4 (empat) fungsi utama yaitu:
·         Fungsi fisik, sebagai penjaga garis pantai agar tetap stabil, mempercepat perluasan lahan baru, melindungi pantai dan mengolah limbah.
·         Funsi biologis, sebagai tempat bersarangnya benih-benih ikan, udang, kepiting dan kerang, tempat bersarangnya burung-burung besar, habitat alam begi banyak biota, nursery ground, feeding ground dan shelter area bagi biota perikanan.
·         Fungsi ekonomi, sebagai tempat kelangsungan tambak-tambak, tempat pembuatan garam, rekreasi dan pariwisata serta hasil kayu dan non kayu.
·         Fungsiekologis, sebagai penyerap emisi/sink dan penyimpan cadangan karbon.

3.2       Ekologi Ekosistem Mangrove
3.2.1   Tipe Ekosistem Mangrove
Hutan-hutan mangrove menenpati sebagian besar garis pesisir pantai, namun di beberapa tempat juga dijumpai di teluk-teluk yang terlindungi atau disekeliling pulau-pulau di lepas pantai dan laguna kecil, dimuara-muara sungai di delta sungai-sungai besar, bahkan dapat masuk jauh ke pedalaman sepanjang sungai-sungai (sebagai contoh sampai 240 km ke arah hulu sungai Kapuas di Kalimantan Barat), selain itu juga mencakup daerah rawa-rawa dengan nipah yang luas. walaupun memiliki daerah penyebaran yang luas, namun secara umum  ekosistem hutan mangrove dibedakan dalam tiga tipe utama, yaitu Bentuk pantai/delta, bentuk muara sungai/laguna, dan bentuk pulau. ketiga tipe tersebut terdapat di Indonesia.

3.2.2     Faktor-faktor Lingkungan Mangrove
Struktur, komposisi dan distribusi spesies, dan pola pertumbuhan organisme mangrove sangat bergantung pada faktor-faktor lingkungan. beberapa faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mangrove adalah sebagai berikut:
·         fisiografi pantai
semakin datar pantai dan semakin besar pasang-surut, maka semakin lebar hutan mangrove yang akan tumbuh.

·         iklim
faktor iklim yang berpengaruh disini meliputi cahaya, curah hujan, suhu, udara dan angin.

·         pasang surut
daerah yang selalu tergenang pasang surut memiliki komposisi jenis tumbuhan mangrove yang lebih sedikit dibanding daerah yang jarang tergengang pasang surut.

·         gelombang dan arus
tumbuhan mangrove akan tumbuh dengan subur pada daerah yang memiliki gelombang dan arus yang relatif tenang.


·         salinitas
mangrove merupakan tumbuhan yang toleran terhadap lingkungan

·         oksigen terlarut
oksigen terlarut sangt penting bagi ekosistem flora dan fauna mangrove (terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan dekomposisi serasah. Oleh karena itu, konsentrasi oksigen terlarut berperan mengontrol komposisi jenis, distribusi dan pertumbuhan mangrove.

·         tanah mangrove
umumnya tumbuh pada tanah lumpur, namun begitu beberapa jenis mangrove dapat tumbuh di tanah berpasir, koral. tanah kerikil, bahkan tanah gambut. Tanah di hutan mangrove mempunyai ciri-ciri selalu basah, mengandung garam, oksigen sedikit dan kaya akan bahan organik.

·         nutrien

·         proteksi
mangorve berkembang baik pada daetrah pesisir yang terlindung dari gelombang yang kuat yang dapat menghempaskan anakan mangrove. daerah yang dimeksud dapat berupa laguna,teluk, estuari, delta, dll.

3.3       Flora Mangrove
3.3.1    Keanekaragaman Flora Mangrove
Flora mangrove bisa terdiri atas pohon, epifit, liana, alga, bakteri(autotrof dan heterotrof)  dan fungi(pada daun, batang dan akar, dan tanah). Didunia terdapat lebih dari 20 famili flora mangrove, yang terdiri dari 30 genus dan 80 species. Untuk hutan mangrove di Indonesia terdapat kira-kira 89 jenis tumbuhan yang terdiri atas 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit dan 2 jenis parasit. Namun dari sekian banyak tumbuhan, hanya 47 jenis tunbuhan saja yang betul-betul sebagai tumbuhan yang hidup di hutan mangrove. Oleh karena itu. Tumbuhan di hutan mangrove dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mangrove sejati dan mangrove ikutan.


3.3.2   Pengelompokan Flora Mangrove
a.     Mangrove Sejati
Mangrove sejati dalah sebutan untuk kelompok tumbuhan yang hidup hanya di daerah mangrove. Ditempat lain, yaitu diluar kawasan mangrove, kelompok ini tak dapat tumbuh. Contohnya adalah api-api (Avcenia marina); gogem, prepat ( Sonnetratia alba);bakau; bakau besar;(Rhizopora mucronata); bakau merah;( Rhizopora stylosa); lenro; bakau kecil (Rhizopora apiculata); tancang (Briguiera gymnorhiza); nipah (Nypa Frutican); panggang (Excoecaria agallocha); dan dungun ( Heritiera littoralis).

b.     Mangrove Ikutan
Mangrove ikutan adalah sebutan untuk kelompok tumbuhan yang hidup tidak hanya dikawasan hutan mangrove. Kelompok tumbuhan ini juga sering dijumpai diluar kawasan mangrove. Tumbuhan yang termasuk dalam kelompok mengrove ikutan sangat banyak jenisnya. Secara umum dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis, yaitu:

1.    Pohon-pohonan
Contohnya adalah pohon butun, kebem (Barringtonia asiatica); nyamplung (Calophyllum inophyllum); ketapang; kemiri cina, binonbuah upas, upas bijg laut; bintaro; dadap laut; malapari, kipahang; waru; jati pasir, mengkudu, pace, cangkudu;  buah upas, upas biji; kanyerelaqut; sentigi, cantigi, kayu wesen; bidara laut; beluntas; seruni dan kawista.

2.    Semak-semak
Contohnya adalah daun katang-katang; kacang laut; dan canavalia maritima.

3.    Rerumputan
Contohnya adalah rumput lari-lari; rumput tembaga; teki laut; gliting segara; dan akar wangi.

4.    Perdu
Contohnya adalah jelutung laut; legundi; gabusan, babakan;  Tournafortia argentea; bakung; pandan; dan kaktus.

3.3.3     Zonasi jenis Mangrove
Flora mangrove umumnya tymbuh membentuk zonasi mulai dari pinggir pantai sampai pedalaman daratan. Zonasi di hutan mangrove mencerminkan adaptasi tumbuhan mangrove terhadap perubahan lingkungan. Zonasi yang terbentuk bisa berupa zonasi yang sederhana (satu zonasi, zonasi campuran) dan zonasi yang kompleks (beberapa zonasi) tergantung pada komdisi lingkungan mangrove yang bersangkutan. Beberapa Faktor lingkungan yang penting dalam mengontrol zonasi adalah:
a.    Pasang sururt yang secara tidak langsung mengontrol dalamnya muka air (water table) serta salinitas air dan tanah. Secara langsung arus pasang surut dapat menyebabkan kerusakan terhadap anakan.
b.    Tipe tanah yang tidak langsung menentukan tingkat aerasi tanah, tingginya muka air dan drainase.
c.    Kadar garam tanah dan air yang berkaitan dengan toleransi terhadap kadar garam.
d.    Cahaya yang berpengruh terhadap pertumbuhan analkan dari jenis intoleran seperti Rhizopora, Avicennia  dan Sonneratia.
e.    Pasokan dan aliran air tawar.

Setiap zonasi diidentifikasi berdasarkan individu jenis mangrove atau kelompok jenis dan dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan, komunitas mangrove di Indonesia dapat berupoa konsosiasi atau asosiasi (tegakan campuran). Ada sekitar lima lonsosiasi yang ditemukan di hutan mangrove di Indonesia, yaitu:

1.    Asosiasi Avicennia
2.    Asosiasi Rhizophora
3.    Asosiasi  Sonneratia
4.    Asosiasi Bruguiera
5.    Asosiasi  nipah

Di Indonesia, asosiasi antara Bruguiera spp  dan Rhizophora spp  sering ditemukan, terutama di zona terdalam. Dari segi keanekaragaman jenis, zona transisi ( peralihan antara hutan mangrove dan hutan rawa) merupakan zona dengan jenis yang beragam yang terdiri atas jenis-jenis mangrove yang khas dan tidak khas habitat mangrove. Secara umum, sesuai dengan kondisi habitat lokal, tipe komunitas (berdsarkan jenis pohon dominan) mangrove di Indonesia berbeda suatu tempat ke tempat lain dengan variasi ketenbalan dari beberapa puluh meter sampai beberapa kilometer dari garis pantai.


3.3.4    Adaptasi Flora Mangrove
Ekosistem mangrove termasuk daerah yang “rawan” untuk hidup. Kondisi tanahnya biasanya miskin oksigen dan berkadar garam relatoif tinggi. Banyak jenis flora dan fauna yang tidak dapat bertahan hidup disana, mereka mempunyai cara sendiri untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Untuk mampu bertahan hidup di ekosistem mangrove, tumbuh-tumbuhan di hutan mangrove baradaptasi dengan berbagai cara, diantaranya:
a)    Ada yang mempunyai kelenjar yang bisa menyerap garam yang terdapat dalam air atau tanah. Garam tersebut kemudian dikeluarkan kembalisehingga konsentrasi garam dalam cairan sel tetap dapat dekendalikan.
b)    Ada pula yang akarnya dapat menyaring garam dari air.
c)    Jenis yang lain memiliki sel-sel khusus di dalam daun yang berfungsi menyimpan garam, kemudian digunakan.
d)    Ada yang memiliki sel penyimpanan air tawar, untuk menetralkan cairan sel yang kadar garamnya lebuh tinggi.
e)    Daun-daun yang tebal berguna untuk mengurangi penguapan.
f)     Untuk mengatasi sedikitnya oksigen yang terdapat didalam tanah, tumbuhan mangrove memiliki akar napas (pneumatofora) yang menjulang ke atas dan batang yang berlentisel, yang dapat mengambil oksigen langsung dari udara.


3.4       Fauna Mangrove
3.4.1     Keanekaragaman Fauna Mangrove
Ekosistem Mangrove merupakan habitat bagi berbagai fauna, baik fauna khas mangrove maupun fauna yang beasosiasi dengan mangrove. Fauna mangrove hampir mawakili semua phylum, meliputi protozoa sederhana sampai burung, reptilia, amfibia dan mamalia. Hewan-hewan tersebut sebagian ada hidup di darat, sebagian hidup di air. Ada juga yang dapat hidup baiok di darat maupun di air. Bagi mereka, keberadaan hutan mangrove sangat penting, karena hutan mangrove berfungsi sebagai:
·         Tempat singgah dan mencari makan
·         Tempat tinggal, mencari makan dan melangsungkan proses hidupnya yang lain:
·         Tempat melewatkan masa perkembangan, lalu pindah ke lokasi lain setelah mencapai dewasa.

3.4.2     Pengelompokan Fauna Mangrove
Fauna hutan mangrove dapat dibagi dalam dua bagian :
·         Komponen-komponen yang mutlak hidup doi dekat/dalam air (secara aquatik) yang terdiri dari kepiting, siput, kerang, cacing dan hewan lainnya yang secara langsung menggantungkan hidupnya di laut.
·         Komponen yang hidup di daratan yang sering merupakan komponen pengunjung termasuk serangga, laba-laba, ular, kadal, tikus, monyet dan burung yang hidupnya tidk langsung tergantung dari laut.
Secara garis besar faun mangrove dapat dibedakan atas fauna darat (terestrial) dan fauna air (aquatik).  Fauna darat, misalnya kers ekor panjang (Macaca sp), biawak (Varanus Salvador), berbagai jenis burung, dan lain-lain. Sedangan fauna air didominasi oleh Mollusca dan Crusteceae.  Golongan mollusca umumnya didominasi oleh  Gastropoda,  sedangkan golongan Crustaceae  didominasi oleh  Bracyura.

3.4.2.1   Fauna darat
Pada ekosistem mangrove, fauna darat dapat dibagi kedlam dua kelompok besar, yaitu vertebrata dan invertebrata. Kelompok vertebrata terdiri dari mamalia, burung, reptil dan amfibi. Sedangkan, kelompok invertebrata terdiri atas serangga dan laba-laba.

Mamalia
Contoh mamalia yang terdaapat dihutan mangrove diantaranya,  babi liar (Sus Vittatus), kelelawar/ kalong besar (pteretopus vampirus) dan jenis-jenis mamalia-primata yang terdapat pada habitat di tepi-tepi sungai, termasuk monyet (macaca fascicularis), lutung(Presbytis cristata) dan bekantan (Nasalis larvatus) yang emdemik kalimantan.

Burung
Hutan mangrove penting bagi burung, karena empat hal yaitu:
1)        Hutan mangrove merupakan tempat nersarang bagi sejumlah besar jenis burung bangau dan kuntul. Banyak jenis burung-burung tersebut yang bersarang hanya di hutan mangrove dan kemungkinan akan menjadi lebih banyak terbunuh oleh manusia juka bersarang di luar hutan mangrove.
2)        Hutan mangrove menjadi tempat tingga bagi banyak jenis burung yangbermigrasi dan beberapa jenis burung yang menetap yang makan pada atau dari atas daratan berlumpur pasang surut. Tempat tinggal seperti ini penting terutama bagi burung seperti gajahan (Charadrius, Numenius, Tringa) yang bermigrasi.
3)        Hutan mangrove dikunjungi/didatangi secara musiman oleh sejumlah burung migran yang beberapa diantaranya merupakan penyebaran biji.
4)        Hutan mangrove mendukung berbagai fauna burung darat, yang menetap dan ayng bermigrasi. Kumpulan burung ini adalah istimewa, karena sebagian besar dapat terdiri dari burung udang, burung pelatuk dan burung berkicau pemakan serangga.

Reptilia
Hutan mangrove didiami oleh berbagai hewan melata, seperit biawak (Varanus salvator), kadal (Mabuya multifasciata), ular air (Enhydris enhydris), ular cincin mas (Boiga dendrophilla), ular tambak (Cerberus rhynchops), ular bangkai laut (Trimeresurus wagleri), dan viver mangrove (Trimerecurus purpureomaculatus).  Kebanyakan dari ular-ular yang dijumpai di hutan mangrove bukanlah ular laut sebenarnya (Hydropidae). Buaya muara(Crocodylus porosus) merupakan hewan terbasar dirawa hutan mangrove. Perburuanselma berabad-abad telah mangurangi jumlah buaya muara sehingga menyebabkannya punah.

  Amfibi
Katak mangrove Rana cancrivora, katak hijau R. Limocharis dan kodok buduk Bufo melanostictus  merupakan hewan istimewa di kalangan amfibi karena dapat hidup dan berkembangbiak dalam air yang sedikit asin. Kecebongnya lebih  tahan terhadap garam dari pada yang dewasa dan metamorfosa pada yang dewasa hanya akan terjadi setelh air yang asin menjadi sangat encer.

Serangga dan laba-laba
Seranggadi ekosistem mangrove banyak jenisnya. Namun, yang paling umum dan mudah ditemui adalah nyamuk dan semut. Sedng, jenis lain yang umm dijumpai di kawasan hutan mangrove adalah laba-laba.
  
3.4.2.2      Fauna air
Fauna laut didominasi oleh ikan dan binatang tak bertulang belakang lainnya seperti siput dan kerang (didominasi oleh Bivalvia dan Gastropoda) serta kepiting (didominasi oleh Brachyura). Berdasarkan habitatnya, fauna laut di mangrove terdiri atas dua tipe yaitu:
(1)  Infauna yang hidup dikolom air terutama berbagai jenis ikan dan udang
(2)  Epifauna  yang menenpati substrat baik yang keras (akar dan batang pohon mangrove) maupun yang lunak (lumpur), terutama kepiting, kerang danberbagai jenis invertebrata lainnya.

Ikan
Beberapa jenis ikan yang terdapat dikawasan mangrove adalah ikan glodok dan ikan betok, selain itu juga terdapat beberapa jenis ikan lainnya seperti ikan belanak(Mungilidae), ikan kueh (Carangidae),  ikan kapasan, ikan lontong (Gerrediae), ikan kekemekikan gelama ikan krot(Scinaidae), ikan barakuda, ikan alu-alu dan ikan tencak (Sphtraenidae).

Binatang tak bertulang belakang (Invertebrata)
Hewan-hewan invertebrata biasanya berukuran kecil. Ada yang hidup menempel pada akar-akar mangrove, dilantai hutan mangrove, atau di lumpur-lumpur. Beberapa jenis hewan invertebrata yang bisa kita temui di hutan mangrove adalah kepiting (Krustasea), keong atau kerang (Mollusca), cacing (Polychaeta), bulu babi, teripang, dan Scyll serrata ( sejenis bentos).

3.4.3     Zonasi Fauna Mangrove
Secara garis besar, ekosistem mangrove menyediakan lima tipe habitat bagi fauna, yakni:
a.    Tajuk pohon yang dihuni bebagai jenis burung, mamalia dan serangga.
b.    Lobang pada cabang dan genangan air pada cagak antara batang dan cabang yang merupakan habitat untuk serangga(terutama nyamuk).
c.    Permukaan tanah sebagai habitat keong/kerang dan ikan glodok .
d.    Lobang permanen dan semi permanen didalam tanah sebagai habitat kepiting dan katak.
e.    Saluran-saluran air sebagai habitat buaya dan ikan atau udang.

3.4.4     Adaptasi Fauna Mangrove
Fauna mangrove beradaptasi denga lingkungan guna memperoleh makanan, mengelabui predator dan menghindari pengaruh negtif dari air pasang, mengatasi salinitas yang tinggi dan sebagainya. Adaptasi beberapa jenis fauna mangrove tersebut diuraikan secara ringkas berikut ini:

3.4.2.1   Fauna Darat
Mamalia
Kebanyakan mamalia hutan mangrove beradaptasi dengan cara tetap beraktivitas di atas pohon(Arboreal), namun ada juga mamalia yang hidup didarat walaupun sewaktu-wakstu naik keatas pohon bila air sedang pasang. Perilaku ini merupakan adaptasi yang berupa menghindari habitat yang tidk sesuai bagi fauna tersebut untuk melakukan aktivitas.

Burung
Adaptasi pada burung terutama ditujukan guna mendapatkan makanan. Paruh burung mangrove yang biasanya lebih panjang (dibandingkanng hidup didarat) berguna untuk mencari makanan dilumpur. Burung yang memiliki cantel lebih kuat merupakan adaptasi untuk dapat memecahkan cangkang kerang-kerangan yang keras. Sedang, rentang sayap dan ekor yang membulat berguna untuk meningkatkan manufer burung terbang melalui tajuk hutan mangrove yang terdiri atas beberapa strata.

Reptil
Kondisi salin dialami reptil yang memiliki masalah osmoregulator karena ginjalnya tak mempu mengekskesi urine yang mengandung garam lebih tinggi dari pada darah. Untuk mengatasi hal tersebut perlu suatu mekanisme adaptasi guna mengatasi hal tersebut.

Amfibi
Katak dewasa beradaptasi terhadap kadar garam air yang tinggi dengan cara mempertahankan urea dalam cairan tubuhnya guna meningkatkan  tekanan osmotik mendekati tekanan osmotik air laut, berudu merupakan osmoregulator yang baik dan dapat mengekskresikan akses garam dengan beberapa jalur ekstrarenal, sehingga dapat mentolerir salinitas sampai 40%.




Serangga
Banyak jenis serangga yang meletakkan telurnya didalam buah tumbuhan mangrove dan banyak pula diantaranya yang mengatur aktivitasreproduktifnya agar bertepatan degnan waktu berbuah tumbuhan yang menjadi sumber makanannya. Beberapa spesies serangga mangrove meletakkan telurnya dalam kantong air yang terdapat pada lubang atau celah batang pohon. Sejumlah nyamuk meletakkan telurnya dalam liang kepiting yang airnya selalu tersedia. Kedia perilaku ini merupakan upaya menjamin kontinuitas ketersediaan air yang sangat diperlukan larva serangga tersebut. Pada larva nyamuk yang hidup didaerh salin (termasuk mangrove) anal papilaenya lebih kecil dibanding yang hidup di air tawar. Hal ini berhubungan denga fungsi ekskresi cairan.





3.4.2.2   Fauna Air
Adaptasi morfologis
Untuk dapat hidup dan beraktivitas pada habitat yang berlumpur dan tergenang, fauna mangrove memiliki bentuk tubuh khusus yang memungkinkannya dapat beradaptasi dengan baik.

Adaptasi tingkah laku
Banyak spesies fauna laut berwarna samar, hidup di dalam liang atau di bawah kayu, yang berguna untuk mencegah pengeringn dan sebagai tempat melarikan diri dari burung pemangsa.

Adaptaasi reproduktif
Kepiting bakau (Scylla serrata) mengadakan migrasi ekstensif selama siklus hidupnya. Setelah kawin di musin semi, kepiting betina pindah dari pantai yang dangkal kelepas pantai sekitr 30km dari pantai dengan kedalaman semitar 300m. Migrasi kepiting betina tersebut dapat membantu penyebaran larva dan kenmungkinan berhubungan dengan perbedaan tekanan pemangsa antara air dilepas pantai dan ekosistem estuaria. Pada akhirnya fase pelagic yang dapat berlangsung selama satu bulan, kepiting  muda berpindah lagi ke mangrove.

Adaptasi fisiologi
·         Nutrisi
Produksi jaringan tumbuhan mangrove dapat menyediakan makanan bagi fauna dengan beberapa cara yaitu dimakan secara langsung, dengan konsumsi serasah segar yang jatuh atau setelah sersh dekomposisi. Dua spesies kepiting sesrmid Chiromanthes onychophorum  dan C. Dussumieri, yang terdapat di hutan mangroove memakan hampir seluruh daun mangrove (tidak jelaskan memakan daun langsung atau memakan mikroflora yang berasosiasi dengan daun yang sedang didekomposisi). Beberapa sesarmid mengambil daun-daun yang baru saja jatuh dan membawanya ke dalam liang (menunjukkan hewan ini termasuk herbivora). Dalam hal ini sesarmid dapat mengatasi kandungan tanin pada daun, kemungkinan dengan menyeleksi spesies tanaman yang kandungan taninnya telah terurai, menyeleksi spesies tanaman yang kandungan tanin-nya rendah atau secara fisiologi sesarmid mampu mencerna tanin.

·         Respirasi
Bivalvia yang hidup di pantai dan beberapa cacing  Polychaeta dapat berespirasi secara anaerobik dalam periode yang lama tampa memperoleh oksigen. Spesies Crustaceae tertentu dapat meregulasi metabolisme aerobiknya dalam merespon berkurangnya levek oksigen lingkungannya. Respon ini kemungkinan berkolerasi dengan terdapatnya struktur yang dapat menyekat secara efektif jaringan respirasi dari habitat sekitarnya. Kepiting Fiddler uca pugilator  dan U. Pugnax  tinggal dalam liang bahkan liangnyapun terinundasi terbiasa dengan tekanan oksigen rendah.

·         Osmoregulasi
Osmoregulasi adalah pengaturn tekanan osmotik cairan dalam tubuh hewan. Hewan-hewan yang hidup di mangrove terbiasa dengan fluktuasi salinitas selama siklus pasang. Salititas dapat melebihi air laut pada saat hari panas selama pasang rendah  dan dapat tawar selama hujan atau kondisi banjir. Terdapat kecenderungan bahwa permeabilitas kulit kepiting berkurang pada spesies estuarin dan terestrial dibanding spesies aquatik sempurna. Pada kondisi alami, pada usus cacing daan hewan lainnya.

3.5       Fungsi dan Manfaat Ekosistem Mangrove
Banyak fungsi dan manfaaat dari keberadaan ekosistem mangrove, yang selama ini telah dirasakan oleh manusia, baik yang tinggal di sekitar kawasan mangrove, maupun yang jauh dari kawasan mangrove. Masing-masing fungsi tersebut, fungsi ekologi maupun ekonomi-sosial, akan diuraikan secara singkat di bawah ini:
3.5.1     Fungsi ekologi
Yaitu berupa fungsi perlindungan lingkungan ekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya:
·         Sebagai pelindung daratan dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang
·         Pengendali intrusi air laut
·         Habitat dari berbagai jenis fauna
·         Sebagai tempat mencari, mamijah dan berkembang biak berbagai jenis ikan dan udang
·         Penyedia lahan melalui proses sedimentasi
·         Pengontrol penyakit malaria
·         Memelihara kualitas air (mereduksi polutan, pencemar air.



3.5.2     Fungsi ekonomi-sosial
Fungsi ekonomis dan sosial ekosistem mangrove terdiri atas :
·         Hasil berupa kayu (arang, kayu bakar, tiang, serpoh kayu, pulp);
·         Hasil bukan kayu;
o   Hasil hutan ikutan (tanin, produk nipah, obat-obatan, madu); perikanan.
o   Jasa kesehatan lingkungan.
o   Jasa tourisme.

3.5.2.1   Hutan mangrove sebagai sumber kayu
Sebagai sumber bahan industri tumbuhan di hutan mangrove dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan bangunan, kayu bakar (fire wood), atau arang (Charcoal). Kayu mangrove dan nibun dipakai untuk tiang-tiang rumah di tepi pantai, selanjutnya, dengan berkembangnya teknologi maka kayu mangrove banyak digunakan sebagai bahan baku kertas dan papan buatan. Kulit pohon bakau Rhizophora, tancang Bruguiera  dan tengar Ceriops banyak mengandung tanin yang digunakan sebagai bahan penyamak kulit.

Arang
Jenis-jenis mangrove, bakau Rhizophora apiculata dan Rhizophora mucronata  dapat dimanfaatkan unutk menghasilkan arang yang berkualitas tinggi yang dijual baik di pasar dalam negeri maupun di luar negeri, antara lain ke berbagai negra di asia tenggara khususnya thailand. Kayu jenis ini terkenal berqt, keras, padat, dengan nilai kalori yang tinggi(7.300 kalori per gram, Higaki 1982), dengan menghasilkan jelaga yang rendah. Akibatnya, arang jenis kayu ini bernilai lebih tinggi (lebih mahal) dari pada arang yang dibuat dari jenis tancang Brugiuera spp  ataupun tegar Ceriops spp. Di Indonesia produksi arang bakau terutama dari riau, Sumatra Utara, Aceh dan Kelimantan Barat.

Kayu bakar
Kayu mangrove masih merupakan sumber bahan bakar yang penting bagi penduduk desa di sekitar pantai. Kayu tersebut biasanya diperoleh dari pohon yang berukuran kecil yang dimanfaatkan untuk keperluan memasak sehari-hari, sedangkan sebagian lain dibakar untuk pengusir nyamuk. Jenis pohon yang umum dugunakan sebagai kayu bakar di Indonesia anytara lain, tegar Ceriops spp, api-api Avicennia, nyirih Xylocarpus spp¸ buta-buta Excoecaria agalocha, tancang Bruguiera spp dan teruntum Lumnitzera spp. Tingkat penggunaan produksi kayu bakar yang berasal dari mangrove di Indonesia masih sangat terbatas.

Tiang
Tiang terutama digunakan untuk tiang pancang, perancah (scaffolding) dan bubu (perangkap) ikan. Jenis buta-buta Excoecaria agallocha  sebagai tiang pancang banyak digunakan di Thailand. Untuk di Indonesia digunakan jenis bakau Rhizophora spp dan tegar Ceriops tagal. Di negara-negara lain pemanfaatan mangrove untuk tiang pancang sangat terbatas.

Serpih kayu
Hasil hutan mangrove yang digunakan untuk serpih kayu hanya dilakukan pada beberapa negara seperti di Indonesia dan Malaysia, produk serpih kayu tersebut diekspor ke Jepang sebagai bahan mantah dalam pembuatan rayon.

Pulp (bubur kayu)
Api-api Avicennia spp, tancang  Bruguiera spp,  capot Camptostemon spp  merupakan jenis-jenis mangrove yang paling banyak digunakan untuk memproduksi kayu pulp. Provinsi Riau dan Aceh merupakan penghasil utama kayu pulp untuk ekspor ke Jepang dan Taiwan. Sebenarnya mulai tahun 1990-an sebagian besar produksi kayu pulp Indonesia berasal dari hutan darat dan hutan tanaman industri seperti jenis-jenis eukaliptus Eucalyptus spp, akasia Acacia spp, gmelina Gmelina spp, ketapang Terminalia spp, dan sengon Paraserienthes spp.

3.5.2.2   Hasil hutan  non kayu
Tanin
Tanin adalah suatu bahan yang diekstrak dari kulit kayu beberapa jenis mangrove tertentu, yang memiliki beragam manfaat antara lain untuk bahan penmbuatan tinta, plastik dan perekat, bahan pencelup untuk pengawet jala ikan serta bahan penyamak kulit, secara tradisional di Asia Tenggara, tanin ini hanya digunakan oleh nelayan sebagai suatu bahan celup untuk mengawetkan jala ikannya. Penggunaan tanin untuk keperluan tersebut hampir punah sejak munculnya jala nilon. Ekstraksi tanin di Indonesia tetap dalam skala kecil, sedangkan di negara-negara Amerika Latin pengambilan tanin dalam skala besar terutama dari kulit kayu bakau Rhizophora spp terus berlangsung.

Produk nipah
Nipah (Nypah fruticans) merupakan salah satu jenis tumbuhan yang mempunyai banyak manfaat,  yang umum ditemukan pada ekosistem mangrove. Jenis nipah ini mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat pantai di Indonesia dan Asia Tenggara. Suku Bajo, Bugis dan Jawa menggunakan daun nipah tua untuk tikar, keranjang, topi dan jas hujan, sedangkan daunnya yang masih muda digunakan untuk pembungkus rokok (di langkat) dan pembungkus makanan. Biji buahnya yang keras di bakar sebagai bahan makanan, atau dicacah dan direbus untuk menghasilkan garam. Kulit buahnya yang mudah dapat langsung dimakan, direbus atau langsung dapat dibuat manisan. Sedangkan cairan yang manis yang keluar dari bekas potongan tangkai di buat minuman yang berakohol dan cuka. Di Sumatra Selatan, air dari nipah digunakan untuk pembuatan tuak.

Obat-obatan
Menfaat secara tradisi yang lain dari tumbuhan mangrove adalah sebagai sumber bahan obtat-obatan. Beberapa jenis mangrove mengandunga bahan aktif yang dapat menyembuhkan berbagai penyakit. Namun demikian, tanaman obat tradisional tersebut belum mendapat dukungan penelitian dan percobaan secara ilmiah. Dengan dukungan penelitian tersebut, pengumpulan beberapa jenis pohon balau yang memiliki nilai pengobatan akan memberikan suatu sumber pendapatan tambahan yang bermanfaat bagi penduduk di sekitar hutan mangrove.

Madu
Hutan mangrove memiliki potensi yang tinggi untuk memproduksi madu, namun potensi ini belum didaya gunakan, sebagian produksi madu berasal dari hasil pengumpulan dari lebah-lebah liar yang merupakan tingkat permulaan dan terendah dari hubungan timbal balik antar manusia dan lebah. Jenis pohon yang cocok untuk kehidupan lebah tersebut adalah api-api Avicennia spp, tengar Ceriops spp, dan buta-buta Excocaria agallocha.

Perikanan
Pentingnya areal mangrove sebagai habitat bagi jenis-jenis ikan ekonomi yang penting telah diakui secara luas, namun perlu diingat bahwa habitat utama bagi organisme-organisme tersebut adalah teluk yang dangkal, saluran pemasukan dan saluran-saluran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem mangrove. Hutan mangrove pasang surut memiliki beberapa habitat yang digunakan secara langsung oleh jenis- jenis ikan penting. Hutan mangrove berguna dalam memberi unsur hara terhadap ekosistem, menyediakan tempat berlindung dan tempat asuhan bagi anak-anak ikan dan mendukung secara ekstensif jenis-jenis organisme akuatik lain. Kegiatan periknan didalam atau yang tergantung pada sistem mangrove jarang memerlukan modifikasi dari hutan mangrove atau parit-parit alam dan laguna yang terkait.

Jasa kesehatan lingkungan
Kasus kejadian demam berdarah dan malaria, umumnya jarang terjadi pada daerah yang hutan mangrovenya masih dalam kondisi yang baik. Sebaliknya pda daerah hutan mangrove yang sudah rusak atau bahkan telah dikonversi menjadi lahan lain, kasus kejadian demam berdarah dan malaria ini cenderung sering terjadi. Hal ini dikarenakan, pada daerah yang hutan mangrovenya masih bagus, populasi nyamuk vektor demam berdarah dan malaria ini dapat dikontrol oleh pemangsa alaminya sehingga tidak sampai booming.
Jasa tourisme
Kecenderungan masyarakat dunia saat ini untuk kembali ke alam memberi prospek yang cerah bagi wisata alam yang secara langsung berhubungan dengan sumber daya mangrove, sehingga kucuran pendapatan tambahan dan alasan ekonomis keduanya menawarkan alasan untuk mengkonversi mangrove. Peluang-peluang tersebut paling mungkin ada di dekat lokasi yang mempunyai nilai alami sangat tinggi, yang menjadi pola kunjungan tetap bagi wisatawan yang tertarik pada alam. Peluang tersebut dapat terjadi misalnya jika areal lindung yang dibuat untuk mangrove, berdekatan dengan areal wisata yang sudah menarik pelancong-pelancong berorientasi alam. Untuk itu perlu dipertimbangkan untuk menjadikan pariwisata sebagai suatu bentuk potensi pemanfaatan mangrove yang tidak merusak serta secara langsung maupun tidak langsung bisa menjadi sumber pendapatan tambahan yang potensial bagi penduduk daerah mangrove.

3.6  Kerusakan Ekosistem Mangrove
1.    Faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove
Ada beberapa faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove yang terjadi di Indonesia, yaitu:
a.     Pengambilah kayu dan hasil-hasil non kayu secara berlebih-lebihan
b.     Konversi lahan hutan mangrove menjadi lahan permukiman, pertanian dan tambak
c.      Pemcemaran oleh limbah hasil industri dan domestik
d.     Sedimentasi berlebihan
2.    Dampak dari kerusakan ekosistem mangrove
Banyak dampak yang dapat terjadi akibat dari kerusakan hutan mangrove ini, diantaranya:

·      Terjadi erosi tanah yang parah
Erosi (abrasi) yang terjadi bisa karena disebabkan oleh air maupun oleh angin. Sudah banyak diketahui bahwa bentuk perkaran dari tumbuhan mangrove dapat menghambat arus dan ombak air laut. Karena itu hutan mangrove adalah benteng pelindung pantai dari abrasi, terutama di pulau-pulau kecil seperti kepulauan seribu-Jakarta. Bahkan akar mangrove dapat menahan lumpur yang terbawa air sehingga mengendap dan memperluas daratan. Selain itu, rerimbunan pepohonan mangrove melindungi daratan dari kuatnya angin laut.

·      Punahnya keanekaragaman flora dan fauna
Hutan mangrove merupakan mata ranti utama yang turut mendukung kehidupan di laut. Kehidupan di dalam air biasanya dimulai dari fotoplankton sebagai rantai makanan yang terendah. Hilangnya ekosistem hutan mangrove akan memutus mata rntai makanan ekosistem yang lebih luas, yaitu laut dan daratan. Hutan mangrove juga menjadi tempat berkembang biak berbagai binatang, baik buinatang laut maupun darat. Mangrove adalah habitat yang cocok bagi jenis-jenis ikan dan udang untuk meletakkan dan menetaskan telurnya. Disitu pulalah bayi-bayi hewan itu akan perlahan-lahan tumbuh dengan aman. Hilangnya hutan mangrove, tidak hanya akan mengancam keberadaan flora fauna yang terdapat di hutan mangrove saja, melalui putusnya rantai makanan, melainkan juga akan berdampak pada keterancamannya keanekaragaman flora-fauna.

·      Intrusi air laut yang terjadi semakin cepat
Akar-akar yang dimiliki oleh tumbuhan mangrove sangat unik. Bentuk-bentuk akar ini dapat menahan lumpur-lumpur yang terbawa oleh air sehingga mengendap dan memperluas daratan, yang pada akhirnya akan menambah jauh jarak antara darat dan laut. Disamping itu  juga akan menambah lebarnya filter air laut yang akan masuk ke daratan.

·      Menurunnya kualitas dan kuantitas hasil perikanan
Putusnya aliran hara akibatnya rusaknya hutan mangrove, secara langsung akan memutuskan rantai makanan dalam ekosistem perairan laut, yang sebagian besar komponen penyusunya sangat tergantung pada keberadaan ekosistem mangrove. Tergantungnya suplai hara ini mengakibatkan produktifits perairan laut akan menurun, sehingga secara kualitas dan kuantitas hasi perikanan lautnya pun ikut terganggu.

·      Mewabahnya penyakit demam berdarah dan malaria
Hilangnya habitat dari pemangsa alami nyamuk-nyamuk penyebb demam berdarah dan malaria, menyebabkan populasi nyamuk-nyamuk tersebut semakin besar sehingga cenderung menyebar dan menyerang ke pemukiman manusia yang ada disekitarnya.


3.7  Rehabilitasi Ekosisten Mangrove
Untuk menperbaiki hutan mangrove yang telah rusak perlu dilakukan rehabilitasi, yang salah satu caranyaadalah dengan melakukan penanaman. Secara singkat teknis penanaman pohon untuk rehabilitasi ini dijelaskan di bawah.

1.    Teknik Rehabilitasi Mangrove
Sebelum kita melakukan kegiatan rehabilitasi, maka kita perlu melakukan survey pendahuluan. Survey pendahuluan ini perlu dilakukan untuk membuat perencanaan kegiatan rehabilitasi mangrove. Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam perencanaan rehabilitasi mangrove:
·      Aspek ekologis dan fisik lahan
·      Aspek sosial ekonomi dan budaya
·      Aspek finansial
·      Aspek teknis kegiatan/teknis silvikultur
·      Aspek ketenagakerjaan

Secara umum, beberapa kahapan kegiatan yang harus dilakukan di dalam rehabilitasi adalah sebagai berikut:
A.     Seleksi dan persiapan areal penanaman
Karakteristin lahan yang perlu diperhatikan adalah: kondisi tanah, salinitas, frekuesi pasang surut, kedalaman dam lamanya penggenangan psang surut yang berkaitn dengan topografi dan ketinggian tempat dari permukaan laut, keterbukaan lahan terhadap angin dan kekuatan arus, hama penggangu dan ketersediaan benih (propagul).


B.     Pendekatan rehabilitasi
Pendekatan yang dilakukan adalah : (a) regenerasi alam yang menggunakan benih dan anakan yang berasal dari alam, dan (b) regenerasi nuatan yang menggunkan benih maupun anakan yang diperoleh dari persemaian.

C.    Pemilihan jenis yang sesuai
D.    Pembuatan persemaian (jika diperlukan)
E.     Penanaman
F.     Pemeliharaan

2.    Tahapan Pembuatan Persemaian
Tahapan dalam pembuatan persemaian untuk kegiatan rehabilitasi mangrove dijelaskan dalam bagan berikut ini:

2.1   waktu pengumpulan benih
Pada dasarnya tanaman mangrove berbuah hampir sepanjang tahun, namun ada beberapa periode waktu dimana jenis-jenis tertentu berbuah sangat banyak atau dengan kata lain puncak musim berbuah.
Tabel 3.1


2.2   buah/benih yang baik untuk disemai/ditanam
Buah atau biji yang dipilih adalah benih yang berasal dari buah yang matang, sehat, segar dan bebas dari hama.
Tabel 3.2
2.3   cara memperlakuakn benih yang baik
Benih disimpan di air payau di tempat yang ternaungi dengan baik, terlidung dan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Lama penyimpanan efektif bervariasi menurut jenisnya (5-10 hari).
Tabel 3.3 

2.4   tempat persemaian
Lokasi persemaian sebaiknya dilokasi yang datar dan bersih dari gangguan tanaman penggangu seperti semak-semak. Apabila lokasi tersebut masih dalam keadan bersemak, maka sebaiknya dilakukan dahulu pembersihan lahan daerah tersebut.
 Pada saat pemilihan lokasi persemaian, perlu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
·      teletak pada zona pasang surut yang tidak terlalu kuat. Tinggi permukaan tanah persemaian 60 cm di bawah garis pasang tertinggi saat pasang purnama.
·      Tanah relatif keras
·      Tidak terdapar akumulasi garam (salinitas <300/00)
·      Tidak terpengaruh oleh ombak atau aliran air sungai
·      Topografi tidak berubah oleh hujan deras
·      Mudah kering dan tidak tergenang secara permanen
·      Tersedia tanah untuk media
·      Dekat dengan areal penanaman
·      Untuk persemaian sementara sebaiknya terdapat naungan pohon.

2.5   ukuran persemaian
Ukuran persemaian sangat bervariasi tergantung pada luasan yang akan kita tanam. Oleh karena itu sebelum membuat persemaian maka sebaiknya terlebih dahulu kita mengetahui terlebih dahulu berapa luasan yang akan kita tanam sehingga diketahui jumlah bibit yang akan kita perlukan. Untuk jenis pidada Sonneratia spp. Diperlukan bedeng tabur/bak tabur terlebih dahulu sebelum dilakukan penyapihan. Sedangkan untuk jenis bakau  Rhizophora Apiculata ataupun Rhizophora Mucronata, api-api Avicennia marina,  tumu Bruguieraq gymnorhiza dan nyirih Xylocarpus granatum tidak memerlikan bedeng/bak tabur tetapi langsung dilakukan persemaian di bedeng sapih.


2.6   pemeliharaan dalam persemaian
Selama proses persemaian bibit harus dipelihara dengan cara disiram dan disiangi. Penyiraman dilakukan apabila lokasi bedeng tidak terkena pasang surut. Penyiraman dilakukan pagi dan siang hari atau minimal 2 kali setiap harinya.
Kegiatan penyiangan adalah kegiatan pemberian bibit dari ytanaman-tanaman pengganggu tumbuh di dalam atau disekitar bibit yang dapat mengganggu pertumbuhan bibit. Penyiangan ini sebaiknya dilakukan setiap hari atau pada saat diperlukan.

2.7   bibityang siap ditanam
Ada beberapa ciri bibit yang siap ditanam antara lain:
o    tidak terserang hama dan penyakit
o    tidak layu
o    jumlah daun minimal
o    ukuran bibit minimal

3.    Tahapan Pelaksanaan Penanaman Mangrove
3.1   Persiapan lahan
Sebelum ditenami lahan calon lokasi harus dibersihkan dari sisa tebangan tanaman, akar-akar tanaman, sampah-sampah dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk mempermudah proses penanaman dan mengurangi gangguan terhadap buah/bibit yang akan ditanam. Penentuan jarak tanam merupakan faktor yang cukup pengting dalam kegiatan rehabilitasi mangrove. Pada umumnya ada beberapa jarak tanam yang bisa dilakukan dari 0,25 x 0,25 meter sampai dengan 4 x 4 meter. Penentuan jarak tanam ini didasarkan pada kondisi fisik lokasi penanaman.
Setelah lahan benar-benar siap untuk ditanami, maka dilakukan pemancangan ajir yang berfungsi sebagai penahan bibit agar tidak roboh. Ajir ditamcapkan sesuai dengan jarak tanam yang telah ditentukan. Fungsi lain dari ajir adalah untuk mengetahui lokasi tanaman, menyeragamkan jarak tanam, tanda tanaman baru. Ajir dibuat dari bambu belah dengan ukuran yang bervariasi. Umumnya adalah tinggi 1 meter, lebar 2-3 cm dan ditancapkan tegak ke dalam tanah sedalam 0,5 m.

3.2   Teknik penanam
Secara umum ada dua jenis bahan tanaman di dalam penanaman pohon mangrove, yakni: (1) propagule dan (2) berupa anakan yang berasal dari persemaian atau dari alam. Jenis mangrove yang dapat ditanam dilapangan adalah jenis bakau (Rhizophora spp) dan tumu (Bruguiera spp).

Penanaman dengan manggunakan propagul
Penanaman dengan menggunakan bahan tanaman berupa propagul secar umum dilakukan pada jenis Rhizophora spp yang mempunyai propagul yang cukup panjang. Propagul yang panjang relatif lebih tahan terhadap genangan air pasang surut dan penggenangan air laut. Penanaman menggunaka propagul disarankan bagi penanaman untuk waktu yang singkat dan lokasi yang luas. Beberapa pertimbangan dalam penggunaan propagul antra lain:
(a)  Merupakan cara yang paling  mudah, murah dan efektif
(b)  Sifat buah vivivar (berkecambah di pohon)
(c)  Propagul yang ditanam mempunyai kemampuan menhasilkan tunas tambahan apabila hipokotil bagian atas rusak, dan pembentukan akarnya cepat
(d)  Dihabitat yang cocok, keberhasilannya dapat mencapai lebih dari 90%, dan tegakan biasanya tumbuh dengan baik dan seragam.



Penanaman dengan menggunakan bibit persemaian
Penanaman dengan menggunakan anakan dari persemaian merupakan cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah predasi oleh kepiting, maupun gangguan gulma piyai (Acrostichum aureum). Bibit dari persemaian ini akan digunkana dalm penyulaman. Semua jenis mangrove dapat ditanam dengan menggunakan bibit.

3.3   Tahapan kegiatan penanaman
(a)       Pada lokasi yang mempunyai tanah agak keras (tanah berpasir), dibuat lubang dengan keda;aman yang cukup pada saat air surut. Pembuatan lubang dilakukan di dekat air yang telah dipasang sebelumnya.
(b)       Kedalaman penanaman propagul adalah 5-7 cm atau ¼-1/3 panjang propagul. Jika propagul ditanam terlalu dalam, propagul akan tertutup lumpur, sehingga lentisel dan hipokotil tidak dapat berespirasi dengan baik yang akhirnya dapat mengakibatkan kematian. Demikian juga sebaliknya jika ditanam terlalu dangkal mudah hanyut oleh air pada sat pasang surut.
(c)       Segera setelah lubang dibuat, propagul/bibit ditanam secara tegak lurus dengan bakal kecambah menghadap ke atas. Untuk tanaman yang berasal dari persemaian, polybag dibuka dengan hati-hati sehingga tidak terjadi kerusakan pada akar. Polybag yang telah dibuka diletkkan di atas ajir sebagai tanda bahwa anakan telah ditanam. Kemudian tanah atau lumpur ditimbun kedalam lubang tanaman, sehingga propagul atau bibit berdiri tegak kemudian diikatkan pada ajir.

4.    Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman dapat dilakukan dengan car sebagai berikut:
·           Buah atau bibit yang telah ditanam harus dikunjungi setiap hari terutama pada saat air surut untuk menghilangkan sampah-sampah yang tersangkut pada tanaman.
·           Ajir atau pagar harus dipelihara selama tanaman masih muda
·           Ketika air surut tanaman yang mati harus segera diganti dengan bibit dari persemaian
·           Lakukan pencatatan tanggal tanam, luas areal yang ditanam, jumlah tanaman yang hidup, jenis tanaman dan lainnya.
·           Lakukan penyiangan terhadap gulma, terutama pada lokasi yang agak tinggi atau jarang tergenang air laut. Tempat demikian biasanya sering ditumbuhi oleh gulma piyai (Achrosticum aureum). Penyiangan dilakukan hingga tanaman berumur kurang lebih 5 tahun
·           Lakukan penjarangan ketika tanaman berumur lebih dari 5 tahun atau ketika ukurannya telah bernilai ekonomis
·           Lakukan pemangkasan cabang terendah untuk meningkatkan kualitas batang pohon
·           Lakukan pemagaran agar tanaman tidak terganggu oleh aktifitas nelayan atau yang lainnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar